Puisi cinta romantis

Masih Dalam Rasa
Cerah rembulan menyelinap di balik langit-langit peka
Begitupun rasamu padaku sulit tuk diterka
Rasa apa yang ada ?benar atau sekedar pura-pura
Gelap telah hadir bergilir
Sinarpun berebut menyambar memunculkan cahya
Dalam kelam ku bergumam
Dalam gelap ku meralap
Dalam sepi ku menepi
Dalam nyata ku bertanya
Tak ayal dalam tema utama
Adalah sebuah rasa
Yang kian lama-kian sirna
Rasamu padaku kian lirih merintih
Kata samudra .
Lirih itu sunyi
Bagi ku,
Kata samundra lagi,,
Rasamu padaku bak luar angkasa ,  penuh tanda tanya
Bagi ku,
Cara laut memandang  malam
Sama persis meniru caraku mengagumi kelokan bulan
Dengan pancaran biru lautku tersipu malu,
Laut luas berharap tanpa papas
Si laut mengarungi dirinya sendiri tuk bisa menatap indahnya bulan dengan jelas
Meresapi bagaimana sang bulan mempengaruhi pasang surut kehidupan
Setelah itu,
Kemudian-
Masih kisah laut
Dalam palungnya yang dalam
Dalam terjalnya yang handal
Dalam ombaknya yang riak
Dalam surutnya yang kusut
Ini adalah ceritera antara laut,samudra,dan jagoan bulan
Yang terbungkus rapi oleh sebuah manisnya rasa. (
By : Ervi Aisyi Mundiri. Malang-2013

---------------------

Pada-Mu Aku Mengadu

Mungkin sudah seharusnya aku bertanya pada laut-Mu

tentang isi Lauh Mahfudzh salah satunya yang telah Engkau lukis

agar segala percikan darah yang selama ini bergemericik di pantai hatiku

tak lagi memanggil ombak yang seolah siap membanjirkan tangis



“Tuhan, pada siapa Kau sedekahkan tulang rusukku

hingga aku benar-benar merasa kehilangan dan membutuhkannya?”



Kuminta sekarang, kembalikan tulang itu dalam jarak angin dan gemuruhnya

kapan saja, dimana pun saja, akan kuterima, akan kudekap dengan sempurna

atau ciptakan sajalah jalan pintas menuju sebuah rumah yang penghuninya ada seorang titisan Hawa,

sebagai penunggu kasih sayangku seperti apa yang kuinginkan

niscaya kan kukejar walau ke ujung Madinah

tapi siapa? siapakah? akankah dia, perempuan yang seringkali berdansa di daun mataku

dan kini sudah tercatat, menjabat sebagai ratu yang menguasai pasir-pasir rindu dalam hidupku?



Jika benar, kenapa aku terbuang dari sisinya?

bila kucoba tuk menjadi pangeran kecil di hatinya,

seakan-akan aku semakin terbuai untuk memasuki luka yang gulita

aku tak sanggup, aku tak mampu, aku tak kuat, Tuhan

namun tak mengapa, jika memang dia sungguh anugerah yang Engkau turunkan,

selalu kan kupaksa nafas ini berhembus segar

jika tidak, berilah aku kekuatan dan ketabahan. Kemudian izinkan aku untuk membunuhnya

dengan tegar.

Annuqayah, 11-April-2013. (Daviatul Umam el-S)

----------------------

Malam Seorang Muda


Seorang muda menatap ufuk timur langit senja
Mendengar lagu haru tentang cinta
Dirinya merindu kekasih yang jauh
Untuk dicapai langkah kakinya yang berpeluh


Seorang muda menemui malam sunyi
Bulan penuh rona merah adalah teman setia
Bukanlah kegilaan yang merasuk jiwanya
Ia hanya tak mampu menahan rindu pada kasihnya

Seorang muda melangkah di bawah langit kelam
Merenungi malam kosong tanpa riuh
Jiwanya mengesah menahan keluh
Hatinya tak dapat menghalau rindu yang membetah


Sungailiat, Kamis malam, 27 Januari 2011 Puisi rindu penjelajah malam (Faqih Hindami)
------------------

Bisunya Janji Jalanan
By :ErviAisyiMundiri
Jalanan kuning,
Kena lampu sore itu.
Memukau kaum pejalan
Mesranya sayup kuning yang redup
Mengingatkanku pada polesan janjimu yang apik
Tertutup rapih bak asap gelap pada mobil mewah
Begitu dusta jika ku tak percaya
Begitu kaku jika kau tak ku gugu
Sepinya jalan,mewakili sepinya logikaku saat itu
Tak kupungkiri terekam dalam memori rindu dan dwi jasmani mu
Sumpah manismu sungguh serapah,hingga tak bias ku sanggah
Janji mulusmu begitu setia saat itu,tak ada daya ku tuk ragu
Namun,
Sedikit demi sedikit sinar lampu di tepi jalan mulai memudar
Laron-laron mengililingi lampu juga meniru berkhianat dan menghilang
Diganti seuntai cahya fajar pagi
Tanda pagi yang nyata
Semuanya ,seolah menyadarkan ku
Janji tresnomu
gugur
lebur
luntur
hancur
dan tersungkur sukur
Sumpahmu
Palsu
Semu
Dan terbujur kaku.
(Malang,2013)
--------------------------

RINDU

Malam ini, apakah kau memikirkanku, Rindu??
Mencermati dengan hati-hati setiap lekuk wajahmu dalam maya,
yang kurasa nyata..

Resah ini, apakah kau juga yang perbuat, Rindu??
Membuat desir darah berhenti mengalir
Terjadi stagnansi mahadahsyat
Mendekat dan melekat rapat di sudut dadaku..
nyeri, menahan peri

Rindu, apa benar saat ini kau masih terjaga??
Bisakah setidaknya kau itu menyapaku bersama pekat di dekat langit..
iyaa,
dekat sekali hampir sampai nirwana

Rindu, apa salahku dengan hal kepekaan?
Rindu, apa salahku dengan ketidakberdayaan?
Rindu...
Pertemukanku dengannya sedetik saja
sekarang
kutunggu!!!
karna ku hampir mati
terbunuh sepi, Rindu...


Anif Hidayah 0:54 12/09/13
----------------------
Aku ?
Mendekatimu dengan kesederhanaan
Bukan kemewahan seperti jutawan..

Aku ?
Menilaimu dengan budi pekerti
Bukan tampang maupun rupawan..

Aku ?
Memahamimu dengan pengertian
Bukan ke egoisan..

Aku ?
Mempertahankanmu dengan kepercayaan
Bukan kejenuhan agar kesetiaan di perjuangkan..

Lalu ?
Biarkan waktu yang memulai dan takdir yang mengakhiri..

Vivi Fadhila Rezki
-----------------
HUJAN


Kadang, hujan itu alasan
Mengapa hati ini meminta diri untuk tak lagi merindumu..
Mungkin karena rasa jemu.
yang telah muak merusak
dan memekak hatiku!!!



Kadang juga, hujan itu firasat
Antara dua hati yang tanpa tahu tiba-tiba terikat
begitu saja merebut perhatian,
memenuhi pikiran,



Hujan.... entahlah!!!
Mungkin hanya Tuhan yang kesepian

Anif Hidayah 21:59 12/09/13
 -------------------------

Doa buat kekasih


Terkurung dilingkar gersang
melambai pada bayang raksasa semu
resapi sendiriku beku
bukan berarti tanpamu
atau tanpaNYA
ini soal rasa

hasrat bercerita
adalah kau permata itu
adalah kau harapanku
juga kau dimimpiku
aku bercakap dengan diri

tentang indahnya ini pagi
bahkan nestapa jiwa
selaksa deritamu
kekasihku
doa ku untukmu


borneo,borneo des 2010 (erahardhian)
--------------------
 Senyummu Menyiram Mawar di Hatiku

Sambut pagi dengan senyum merahmu, Dinda
barangkali hati ini tak lagi layu dan kembali pada semula
melantunkan kasidah burung, juga dedaun yang berkehijauan
tuk saling menukar tawa bersamamu melalui sekeranjang kelucuan


Sambut matahari sebelum sinarnya membasahi genting rumah, Dinda
dan segeralah mandi! lalu berdandan seanggun pengantin di atas pelamin
kemudianlah ucapkan ‘Selamat Pagi’ pada kekasihmu ini seperti sediakala
lewat ponsel, atau bertandang langsung di pangkuanku yang mulai lama memakai angin

Sungguh kubutuhkan gelak ria darimu lagi, Dinda
tak usah kau menyia-nyiakan perdamaian dengan menutup mata
jadi sudahlah, cukup usaikan pertengkaran kita sampai di sini saja
mari selalu kita rasakan keindahan cinta demi tujuan kita tuk berumah tangga

Aku tahu cemburu itu tanda cinta bagi pepatah
namun kuingin tak perlu kau marah-marah
maka tersenyumlah! itu lebih istimewa dari pada matamu yang memerah
karena kujuga tahu, senyummu bisa menyegar sekaligus menyejukkan hati yang gundah


Talango, 15 Agustus 2013. (Daviatul Umam el-S)
--------------------

Embun sang Ibu

Waktu embun mulai lari
Menghindari sang mentari
Ia ingin beningnya kembali
Mungkin ada dipikirannya
Tak mau benih cinta dimilikinya

Habis ditelan terik sinarnya
Sang mentari membakar
Tetes embun di sudut dedaunan bergetar
Ia menyadari waktu usai bertengkar

Hidup harus ditantang
Sia-sia dalam kandang
Esok masih datang
Terus  kan berjuang

Dia tetap pecinta sepenuh hati
Bagai embun pada mentari
Hingga fajar menjemput cinta kembali
Menggantung dipucuk daun sendiri 
(Saiful Rachman)
-------------------

Sungkawa


Gugur dedaunan bernyanyi sendu

Dibawa angin semilir terus bergilir

Disekitar ulat gundah tanpa tadah

Air mataku pecah dan Memerah

Jatuh berderai di tanah basah

                                    Kerinduan adalah tepi pisau yang kerap

                                    Kau asah ditiap amarah yang gundah

Kita mesti berjalan pelan dibawah hujan

Ditenggelamkan cahaya serta maya

Mengenang semua cerita sengasara

            Kadang angin mengayunkan hina

            Butir-butir gelora diruang jiwa

            Hujan seringkali sinis memanggil

Ditangkai relung hati kita tak kan layu

Akan ditaburkan bunga Menyusup tiba -tiba
(Saiful Rachman)